Tokoh tanaman aglonema dari Indonesia, Para penggemar tanaman hias pasti
mengenal nama Gregori Garnadi Hambali atau biasa disapa Greg Hambali. Hasil
karyanya dalam menyilangkan tanaman sudah bejibun. Karya terakhirnya yang
sukses besar adalah tanaman aglaonema. Pada 2006 silam, aglaonema jenis
harlequin hasil silangan Greg Hambali mampu terjual seharga Rp 660 juta lewat
proses lelang.
Tak ingin menyedot keuntungan yang berlipat dari hasil
silangannya, Greg juga meyakinkan bahwa pemilik tunggal silangan pertama akan
mendapatkan keuntungan pula. Sebab, jenis baru itu hanya satu orang yang punya.
Jika nantinya dapat dianakkan, pemilik aglaonema jenis baru ini memiliki hak
jual selama dua tahun. "Jika ingin punya aglaonema jenis baru tersebut,
silakan membeli lewat pemilik pertama," katanya.
Keahlian mengawinkan tanaman adalah buah kecintaan Greg
terhadap alam. Sejak kecil Greg memang sangat mencintai alam. Waktu masih
bocah, ia punya hobi mengutak-atik tanaman. Pada saat duduk di kelas 4 SD, Greg
bahkan memelihara lebah. "Lebah itu saya pelihara untuk diambil
madunya," kenangnya.
Ketertarikan pada alam saat itu bukanlah turunan dari orang
tua. Menurut anak ke empat dari lima bersaudara ini, kegemaran ini ia jalani
secara naluriah. Karena ayah Greg adalah seorang montir elektro. "Ayah
saya montir radio dan reparasi kelistrikan," jelasnya. Sedangkan sang ibu,
merupakan ibu rumah tangga.
Untuk memperdalam pengetahuannya terhadap jenis-jenis
tanaman, Greg suka keluyuran di hutan. Lantaran ilmu dari sekolah masih sangat
minim, Greg pun menambah pengetahuannya dengan rajin membaca berbagai ilmu pengetahuan,
tapi terutamanya yang berhubungan dengan tanaman.
Ilmu dari alam dan dari buku itu memang bermanfaat. Bahkan
saat baru duduk di bangku SMP, Greg sudah mampu menyilangkan pepaya. "Saya
menyilangkan pepaya burung dikawinkan dengan pepaya semangka (berbentuk
bulat)," katanya.
Sebenarnya, proses ini susah. Apalagi kalau cuma berdasar
pengetahuan sekolahan. Tapi, menurut Greg, untuk penyilangan pertama ini, ia
berbekal membaca buku soal pembuatan varietas baru. Dan ketika percobaan
perdana itu, Greg mengaku cuma iseng.
Begitu masuk SMU, tentu pengetahuan Greg bertambah. Ia mulai
menyukai ilmu kimia. Menurutnya, semua pelajaran sains selalu berhubungan satu
sama lain. Ia mulai membuat percobaan dengan mencampur bahan kimia.
Ketertarikan di bidang sains ini membawa Greg memilih masuk ke jurusan biologi.
"Saya kuliah Biologi Pertanian di IPB," terang Greg. Saat masuk
bangku kuliah pada 1969, Greg semakin yakin bahwa itu adalah jalannya. Bahkan,
ia semakin getol menyilangkan tanaman dan buah. Semasa itu, Greg mencoba
menyilangkan tanaman jagung.
Keseriusan Greg di dunia tanaman menarik perhatian Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang kemudian merekrutnya sebagai pegawai.
Menurut Greg, yang menariknya ke LIPI adalah Min Rifai. "Saya hanya
bermodal ijazah SMU," terangnya. Dari situ, keingintahuan Greg terhadap
beragam jenis tanaman, cara tumbuh, dan bagaimana sistem reproduksinya semakin
berkembang. Di situ, ia juga mulai mempelajari serangga yang membantu
reproduksi tanaman.
Minat yang besar pada tanaman menggiring Greg Garnadi
Hambali untuk melanjutkan belajar di Inggris. Berbekal pengalaman itu, Greg
lantas mengembangkan beragam varietas tanaman. Dari palem, salak, dan caladine.
Salah satu karya silangan yang cukup terkenal adalah aglaonema. Jenis tanaman
ini identik dengan Greg.
Greg senang menjadi pegawai di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI). Soalnya, ia bisa leluasa mengakses laboratorium LIPI untuk
mengembangkan penelitian. Sejak mengawali karier di LIPI pada 1973 silam, ia
sudah meneliti salak dan tanaman palem. Dari lab LIPI itu, ia bisa menghasilkan
beberapa silangan.
Lantaran punya minat cukup besar di bidang konservasi dan
pemanfaatan sumber-sumber daya genetik, Greg mendapat banyak tawaran untuk
memperdalam ilmu di Inggris. "Saat itu saya belum menyelesaikan kuliah di
IPB," jelas Greg. Ia baru menggondol predikat sarjana muda dan sedang
proses mengerjakan skripsi.
Lantaran tak mau melewatkan peluang mendapat beasiswa,
akhirnya Greg memutuskan meneruskan studi ke Inggris meski skripsinya belum
kelar. "Saya mendapat beasiswa dari British Council," katanya. Pada
1975, ia berangkat ke Inggris untuk mempelajari pemanfaatan plasma nutfah.
Setahun kemudian, Greg berhasil menyelesaikan kuliah di
Inggris dan pulang dengan nama baru: Gregori Garnadi Hambali, MSc. Ia langsung
menyabet gelar master tanpa harus mengikuti program sarjana S1. Sepulang dari
Inggris, pada 1978, Greg mulai mengaplikasikan ilmunya dengan membuat silangan
caladium. Sayangnya, jenis ini tidak dapat bertahan lama. Sebab, menurutnya,
walau modelnya bagus, tapi bentuk daunnya tidak kokoh alias loyo. Sehingga, dia
pun harus terus mengembangkan agar lebih kuat. Namun rekor harga tertinggi
caladium ini hanya Rp 50.000.
Greg juga meneliti tanaman talas. "Saya juga
mengembangkan soka," kata Greg. Saat mengembangkan soka, ia tidak pernah
mengomersialkannya. Dalam benak Greg hanya ada niat mengembangkan tanaman tropis
dalam negeri agar lebih komersil. Caranya, dengan menyilangkan tanaman yang
semula biasa menjadi tanaman yang luar biasa.
Lantaran idealismenya ini, kadang usaha Greg mengembangkan
tanaman jadi terhambat. Maklum, sebagai seorang pegawai negeri, dia harus
mengikuti program dari pemerintah. Merasa dikekang kebebasannya, pada 1983,
Greg memutuskan keluar dari LIPI. "Saya ingin lebih mengekspresikan diri
saja," dalihnya.
Cita-cita Greg adalah menciptakan tanaman varietas baru. Ini
bukan persoalan gampang. Pasalnya, untuk tujuan ini, ia mengaku kesulitan
mendapatkan dana membiayai proyek. "Pertama kali, saya, ya, jatuh
bangun," ujarnya. Untung, beberapa teman yang mempunyai perhatian terhadap
tanaman mau membantu Greg dengan mengucurkan modal.
Untuk mewujudkan cita-citanya, Greg bekerja sebagai
konsultan di sebuah nursery. Di sana, dia mempelajari tanaman palem. Pada 1986
tanaman ini pernah berjaya. Sayangnya, nilai ekonomis tanaman ini tidak dapat
bertahan lama lantaran terjadi kelebihan pasokan di pasar. "Sekarang
tanaman ini banyak digunakan untuk real estate," terangnya. Ia juga
mengembangkan tanaman salak lantaran ingin menciptakan buah salak yang rasanya
enak.
Kini, usia Greg sudah menjelang kepala enam. "Usia saya
59 tahun," katanya. Tapi semangatnya tidak kalah dari anak muda. Bahkan,
dia masih sering jalan ke hutan untuk mencari tanaman yang bisa ia komersilkan.
Sekarang, Greg dikenal sebagai ahli penyilangan. Karyanya
yang spektakuler adalah the big five aglaonema. Yaitu Tiara, Widuri, Hot Lady, Harlequin,
dan Pride of Sumatra. Semua dihargai tinggi per lembar daunnya. Aglaonema
Tiara, misalnya, harga per lembar daunnya sempat mencapai Rp 3 juta.
Walaupun sukses sebagai breeder aglaonema, Greg masih punya
impian untuk menjadikan tanaman tropis di Indonesia lainnya bernilai jual
tinggi. "Kalau bisa tanaman hias kita bisa menghasilkan devisa,"
harapnya.
Minat Gregori "Greg" Garnadi Hambali mengembangkan
tanaman hias sangatlah besar. Pada 2000 lalu, Greg membuat heboh dunia tanaman
hias setelah sukses menghasilkan the big five aglaonema, yakni Widuri, Tiara,
Hot Lady, Harlequin, dan Sexy Pink. Bahkan saat dilelang banderol Harlequin
mencapai Rp 600 juta. Luar biasa.
Tak percuma bertahun-tahun Greg Hambali melakukan riset
penyilangan tanaman hias. Hasil karyanya sungguh luar biasa. Yang menghebohkan,
tentu saja, hasil persilangan aglaonema. Sampai kini, banyak orang yang memburu
tanaman hias yang satu ini. Mereka bersedia membayar dengan harga tinggi.
"Aglaonema saya ini dihargai mahal karena memang indah," tutur Greg
Hambali.
Awal mula Greg meneliti aglaonema pada akhir 1982. Ketika
itu ia masih bekerja di LIPI. "Saat itu saya menjadi juri tanaman hias di
Ancol," kenangnya. Karena cintanya pada tanaman, dia sudah mempunyai
feeling, jika mengembangkan aglaonema tentu akan menjadi tanaman yang punya
daya tarik luar biasa. Dia bilang, saat bertemu pertama dengan aglaonema,
keindahannya sudah terpancar.
Sejak itu Greg mulai memelihara dan mengembangkan aglaonema.
"Saya dikasih teman saat itu," ucapnya. Untuk menyilangkan aglaonema,
Greg harus menunggu sampai aglaonemanya itu beranak. Nah, aglaonema silangan
pertama Greg itu baru muncul pada 1986 dan 1987. Hasil karya pertama itu dia
beri nama Pride of Sumatera.
Penyilangan pertama ini ternyata menarik minat pasar.
Buktinya, harga per lembar daun Pride of
Sumatera sempat mencapai Rp 300.000. Harga yang mahal memang sebanding dengan
kerja kerasnya. Butuh proses yang rumit untuk menghasilkan Pride of Sumatera.
Untuk menghasilkan satu silangan baru, dia harus membuat indukan. Untuk itu
semua, butuh waktu riset minimal tiga tahun. Meski idealnya hingga lima tahun.
"Itu baru menjadi sebuah tanaman yang menarik," terang dia.
Satu hal yang kini jadi penyesalan Greg, dia tidak
memperbanyak hasil karya silangannya itu.
"Ada seorang penangkar dari Thailand yang memperbanyak sampai
500.000 pot jenis Pride of Sumatera," ceritanya.
Jelas Greg tidak mendapat keuntungan dari penjualan
aglaonema ini. Padahal jika tanaman ini dijual dengan harga Rp 20.000 per pot
saja, bisa menghasilkan Rp 10 miliar. Greg mengakui, pengembangan tanaman hias
di Indonesia terkendala oleh sempitnya lahan dan keamanan.
Setelah menghasilkan Pride of Sumatera, kreativitasnya tak
berhenti. Tiga tahun setelah itu, Greg membuat karya baru, yakni aglaonema
jenis Aloutte dan Donna Carmen serta Adelia. Pada 2000, Greg kembali
menghebohkan dunia tanaman hias. Ia membuat the big five aglaonema, yakni
Widuri, Tiara, Hot Lady, Harlequin, dan Sexy Pink. Saat dilelang pertama kali,
banderol Harlequin hingga Rp 600 juta.
Namun Greg belum puas. Masih ada satu hal yang mengganjal
pikirannya. Masih banyak orang yang mau mengembangkan tanaman hias secara
total. Dia menyayangkan fenomena goreng menggoreng harga tanaman hias, seperti
yang terjadi pada anthurium akhir-akhir ini. Menurutnya, cara itu hanya
melahirkan keuntungan sesaat. "Hanya mengambil gampangnya saja," kata
Greg.
Indonesia sebetulnya punya segudang tanaman hias, termasuk
di hutan. Sayang, hutan kini banyak dibabat dan diganti dengan kebun kelapa
sawit. Tanpa memperhatikan plasma nutfah yang ada di dalamnya. Ia berharap
orang harus punya pikiran jangka panjang dan berkomitmen pada hortikultura. Tokoh Tanaman Aglonema dari Indonesia
Sumber: Kompas.com
No comments:
Post a Comment